Haloo!
Hm, sorry ya bagi yang lagi nungguin lanjutan cerpen ini Kalo kurang, ya silahkan buat lanjutannya sendiri aja ata di shoot jadi sinenet biar penulis juga bisa lihat *?*
Oke tanpa basa-basi lagi.. Silahkan baca!!!
IRONI SEBUAH
PERPISAHAN
Oleh :Qonitah Rafiusrani
Postingan sebelumnya --> ya gitu deh, bisa di baca di postingan sebelumnya :DD
Waktu
makan malam datang, kami semua duduk di meja yang sangat panjang dengan
ukiran-ukiran emas yang menghiasi. Pelayan menghidangkan beraneka macam makanan
yang sepertinya sangat lezat, termasuk makanan favorit adikku.
“Mmm,
bagaimana untuk besok? Apakah kau sudah puas melihat adik-adikmu disini? Oh,
aku tidak akan meracuni kalian di makanan ini. Makanlah”, Nyonya Irin membuka
kegiatan makan malam ini dengan kata-kata yang sangat menyindir dan dengan tawa
candaan menggelikannya yang khas yang tidak sama sekali menggelikan menurutku.
Berulang kali dia mengatakan “aku bercanda” padahal sama sekali tidak tersirat
candaan di raut wajahnya. Aku sekali lagi tertunduk dan diam.
“Oh,
bagaimana dengan malam ini? Kau mau tidur dimana? Hanya ada dua tempat tidur
dan itupun untuk adik-adikmu”, katanya lagi.
“Aku
tidak apa-apa tidur dimana saja. Toh besok aku sudah pulang”, kataku tersenyum
kecil. Kali ini aku membuka mulut karena aku telah menegaskan pada diriku bahwa aku akan
meninggalkan adik-adik disini untuk sementara sampai aku sudah cukup dewasa.
Setelah
makan malam selesai, aku tak tahu harus berbuat apa, sedangkan adik-adikku
menuju ke kamar mereka masing-masing dan tidur disusul oleh Nyonya dan Tuan
dough. Tapi ini baru jam berapa? Batinku.
Sia-sia saja aku memejamkan mata jika ujung-ujungnya aku tidak terlelap,
sia-sia saja duduk berdiam diri dan menghitung domba-domba jika ujungnya aku
tak bisa terlelap. Jika begini terus aku
bisa mati kaku, batinku. Terbesit dipikiranku untuk berjalan-jalan di rumah
ini. Mungkin aku yang terbiasa dengan
banyak lorong di rumahku dulu, bisa ku praktekkan disini, pikirku. Yang
membedakan adalah lorong-lorong itu gelap, sedangkan lorong di rumahku tidak,
bagaimana jika ada sesuatu di balik kegelapan itu. Perasaan was-was mungkin
akan menjadi sahabatku malam ini dan malam ini pula akan menjadi malam yang
panjang.
Jantungku
berdegup kencang seperti langkahku yang juga begitu. Semuanya saling mengiringi
ketika menuju lorong demi lorong, lorong demi lorong, lorong demi lorong, dan
lorong demi lorong. Aku bahkan tak tahu lorong keberapakah ini atau apakah aku
sudah berputar melewatinya? Kurasa tidak, aku berjalan lurus tanpa berbelok
sedikitpun. Tapi kurasa ada yang lain pada lorong ini.
Tak
terasa telah 3 jam memutari lorong ini, tapi semuanya sia-sia. Jam sudah
menunjukkan pukul 5 dan aku tak menemukan satupun bukti bahwa mereka mungkin
teroris atau penjahat atau orang yang tidak baik untuk adik-adikku, tapi aku sepertinya
menemukan ke ganjilan yang tidak kuketahui pasti. Di depanku terlihat kamar
Nyonya dan Tuan Dough tapi aku tak melihat kamar adik-adikku disampingku. Ada
apa ini? Seharusnya kamar mereka terletak di samping kedua kamar adikku. Apakah
mereka memindahkannya? Tidak mungkin, tidak mungkin secepat itu atau mungkin
mereka berpindah tempat? Tapi jika mereka berpindah tempat akan memerlukan
waktu yang lama paling tidak 3 jam dan itu pula mereka harus melewatiku,
kecuali ada jalan lain di lorong ini atau lorong ini berputar!
Tiba-tiba,
Nyonya Dough keluar dari pintu kamarnya dan disusul dengan Tuan Dough. Aku
bergegas bersembunyi secepat mungkin sebelum mereka menyadari aku ada disitu.
“Nona
sang pemberani dan mungkin sedikit lancang melewati lorong ini, silahkan keluar
dari tempat persembunyianmu. Kami tahu kau ada disitu”, Nyonya Dough berteriak
dengan suara melengkingnya, berharap aku akan keluar.
“Kau
tahu sekarang jam berapa? Jam 6! Dan apa itu artinya? Kau harus pulang! Kau
tidak mau terlihat sedih bukan, didepan adik-adikmu. Apalagi jika harus bertemu
dengan mereka untuk terakhir kalinya. Sudahlah, akuilah saja. Aku juga akan
begitu jika aku menjadi dirimu”, katanya sambil melangkahkan kaki dengan suara
derap-derap di lantai yang terdengar seperti langkah-langkah pegawai kantor, tapi
derap kaki ini begitu berbeda, kita seperti terlibat dalam misteri di kegelapan
dan kita tidak tahu harus melawan siapa.
Aku
menunjukkan diri dari pesembunyianku dengan tampang tegap dan muka yang sungguh
serius.
“Kau
tahu, kau sudah menghabiskan waktumu di lorong ini, tapi kau tak mendapatkan
apapun bukan?”, katanya sekali lagi dengan tatapan yang tajam di hadapanku.
“Tidak!
Aku mendapatkan buktinya! Aku tau sekarang kau benar-benar orang jahat! Tatapan
wajahmu itu sudah menggambarkan semuanya! Sebenarnya apa yang kau inginkan dari
kami?!”, bentakku dengan nada yang sedikit kasar.
“Semua
orang tau kau dan adik-adikmu itu siapa, tapi kali ini goresan emaslah yang
berbicara”, Tuan Dough pun ikut bicara, tapi apa maksudnya. Goresan emas? Apa
ada hubungannya dengan lelaki yang meminta sumbangan itu? Apa aku keliru
memberikan uang dengan emas yang ada dikantongku? Semua pertanyaan-pertanyaan
terbesit dipikiranku dan perasaan khawatir ini sungguh memuncak.
“Aku
tau apa syarat warisan orangtuamu itu keluar, tapi aku menemukan taktik lain
yang sungguh sempurna”, katanya dengan sangat licik.
Aku
juga tahu bagaimana warisan itu keluar. Warisan itu diberikan jika umurku atau
adik-adikku sudah mencapai 20 tahun dan itu 3 tahun lagi dari umurku sekarang.
Jika mereka ingin mengambil warisan itu, seharusnya mereka mengadopsiku yang
jelas-jelas umurku lebih tua daripada adik-adikku, tapi mengapa ini tidak? Apa
ini yang dimaksud taktik lain yang sungguh sempurna?
Tiba-tiba
tanganku di tarik oleh dua orang yang sungguh kuat hingga aku tak bisa melawan.
Aku digiring menuju jalan yang sempit dan saat sampai di jalan itu mereka
melepaskan gengaman tangan mereka padaku. Sekejap kemudian pintu rumah mereka
ditutup dengan sangat rapat. Aku tak melakukan perlawanan apapun pada mereka
yang telah menarikku. Aku hanya mencoba memikirkan apa yang mereka lakukan
selanjutnya.
Aku
berjalan lurus hingga jalan itu semakin sempit dan aku mulai mengetahui ujung
jalan ini. Jalan ini berujung pada Persimpangan Tua. Persimpangan ini?! Mataku
terbelalak. Persimpangan ini adalah persimpangan yang menghubungkan rumahku
dengan rumah Nyonya dan Tuan Dough dan tentu saja dengan Panti Asuhan. Aku tak
mengira rumah Tuan Dough terletak di balik persimpangan. Jika begitu, benar ada
hubungannya dengan orang yang meminta sumbangan, pasti itu Tuan Dough. Juga
dengan orang Panti yang menjemput aku dan adikku waktu itu, mungkin saja itu
rekan Tuan Dough yang menyamar. Ini semua penuh dengan tanda tanya. Tapi aku
memilih untuk tidak mengetahui apapun tentang mereka dulu, aku hanya memikirkan
rencanaku untuk bertemu dengan adik-adikku lalu mengambil mereka kembali.
Dan
di persimpangan jalan tua ini aku akan berjanji..
“Suatu
hari di persimpangan tua ini, aku akan mengelus dada. Betapa pahitnya kesabaran
ini dan betapa jahatnya mereka yang telah memisahkanku dengan adik-adikku. Aku
tidak akan membiarkan mereka pergi, aku tidak akan balas dendam, aku hanya
ingin mengambil adik-adikku kembali.”
THE END
Gimana? Lanjut gak? Gak ya? Gak ya? Bagus!! :DD #Loh?!
Kita tunggu di postingan selanjutnya deh..
Byee!!
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSebenernya itu gak gantung. Dari awal dia kan udah janji. Jadi uraiannya cuman sampek janji :)))
HapusThanks sudah membaca :)
Sebenernya itu gak gantung. Dari awal dia kan udah janji. Jadi uraiannya cuman sampek janji :)))
HapusThanks sudah membaca :)
Sebenernya itu gak gantung. Dari awal dia kan udah janji. Jadi uraiannya cuman sampek janji :)))
HapusThanks sudah membaca :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusHaha, terinspirasi dari sebuah novel ^^
BalasHapusKEREN ! ^.^ ;D, speechless qon, hhuuu
BalasHapussihh, wing datang :D
HapusAh, segitunya *malu-malu..
Makasih..
ayo follow wing blognya saya :D