Hai gaes, ini adalah post pertama dari 3 post yang dipublish bersamaan..
So, jangan sungkan membaca
😀
Sebenarnya postingan kali ini sangat susah untuk diungkapkan, bahkan dituliskan. Tapi penulis mencoba perlahan untuk merangkai kata-kata sesuai dalam lubuk hati penulis.
Penulis saat ini dalam masa transisi pertemanan. Hal yang selalu terjadi sama penulis persis waktu penulis dalam masa transisi dari SD ke SMP, SMP ke SMA, dan SMA ke kuliah. Jangan kira menurut kalian, masa transisi yang dimaksud adalah masa mencari teman, bukan! Penulis gak bermasalah dengan itu. Masa transisi yang dimaksud penulis adalah ketika kalian berada tidak dalam garis semu yang sama. Kalian bisa terlalu cepat atau terlalu lambat, sehingga kalian merasa berbeda dan timbul perasaan tidak mau kehilangan atau tidak mau menghilang dari lingkar pertemanan.
Hmm, sulit ya mencernanya?
Sebenarnya penulis pikir, penulis gak akan nulis ini karena pertemuan kemarin(akhirnya), tetapi ternyata penulis salah. Bertemu seseorang yang dimaksud bisa saja hanya bertemu, tetapi bukan berarti 'itu' yang kamu cari. Dan ternyata benar, ... didasar hati penulis merasa ada yang berbeda dan penulis kangen.
Mungkin maksudnya adalah penulis kangen dengan suasana, lingkungan, pemikiran dan topik yang dibawa, raut wajah, aura, ya... bisa saja.
Penulis baru menyadari pemikiran 'transisi' ini ketika mereka tak lagi disamping penulis, mungkin sekitar 2-3 minggu. Dibandingkan dengan 4 tahun ini, rasanya sedikit, tetapi itu sudah cukup membuat penulis kangen. Diminggu-minggu itu penulis merasa sendirian, kesepian, dan merasa tidak lagi berada pada trek yang sama dengan mereka. Anggap saja, kalau kita sedang jogging dalam suatu trek, penulis mungkin berada jauh dari mereka. Bisa didepan atau di belakang. Dalam masa kehilangan antara 2-3 minggu itu, penulis mencoba untuk mencairkan suasana. Yang pasti, rasanya belum pantas menjadi orang pencair suasana kalau kamu sendiri adalah yang membawa obor dan koreknya -kamu adalah sumber dari segala kekacauan-.
Penulis memang kangen masa-masa itu, dimana kita melakukan banyak hal, saling menyemangati, dan nugas bareng. Penulis mengerti, hidup tak selamanya untuk bersenang-bersenang, tetapi hidup juga penuh perjuangan. Tapi mungkinkah karena apa yang kita perjuangkan sudah berbeda dan penulis merasa suasana yang berbeda ini? Penulis ingin menyamakan jarak dengan kalian, tapi penulis pikir bagaimana?
Kalau mau flashback, penulis bukan hanya sekali seperti ini. Pertama kalinya penulis mengalami ini dan sadar kalau penulis kurang bisa beradaptasi dengan situasi ini adalah saat SMP menuju SMA, dimana penulis kehilangan sahabat penulis saat itu. Meski, particularly, bukan kehilangan.. hanya saja dia nun jauh disana.. tapi penulis merasa sulit dalam menyesuaikan pertemanan. Bukan berarti penulis ngga punya temen, tapi 1 teman itu dapat membuat kehidupan penulis tiba-tiba terasa berbeda dan penulis harus mulai beradaptasi dalam hal itu. Kedua, ketika SMA tahun pertama, penulis harus ditinggal lagi oleh sahabat penulis ke tempat yang jauh. Lagi-lagi keterpurukan penulis yang belum reda, menjadi semakin terpuruk dengan hal pertemanan. Di titik itu penulis merasa penulis adalah seseorang yang berada ditempat yang sama sementara orang-orang disekitar penulis sibuk pindah. Ketiga, saat awal kuliah. Penulis berada di tempat yang berbeda, ikut berpindah namun berbeda tempat. Transisi yang sangat dirasakan penulis adalah bukan hanya jauh dari sahabat-sahabat penulis, tetapi juga masalah komunikasi. Bagaimana kita mempunyai kesibukan masing-masing dan jarang berkomunikasi atau membalas pesan.
Dan, ini adalah keempat kalinya penulis merasa berada dalam transisi pertemanan yang menyakitkan. Dan mungkin, ini pertama kalinya penulis merasa kalau penulis adalah orang yang meninggalkan mereka, sementara mereka tidak.
Penulis sebisa mungkin untuk tidak menuntut apa-apa. Penulis tidak bisa memaksakan semuanya dan penulis belajar dari keadaan-keadaan yang penulis alami. Penulis juga tidak bisa dikatakan tidak punya teman atau sukar bergaul. Penulis bisa, hanya saja ketika kamu terlalu lama berteman dengan seseorang dan kamu menjadi sangat dekat dengan dia dan teori kejadian berulang terjadi (ini teori penulis sendiri dan kayaknya kalo kalian pingin tahu, penulis bisa buat post nanti), maka ibarat lemak-lemak di tubuh penulis.. menghangatkan.
#Kalo lemak kebanyakan kan juga ga baik?
Iya abaikan dulu fakta ini.
Tetapi juga, kalau kehilangan lemak, kita akan merasa kedinginan a.k.a kesepian #apalah
Postingan ini sudah ada sejak lama di draft blog penulis bersama 2 postingan lain. Dalam perjalanannya untuk dipublikasikan, penulis juga menerima banyak cerita soal pertemanan. Dan penulis tidak akan menceritakannya, cukup pengalaman dari penulis saja.
Tetapi... inti yang penulis dapat selalu sama. Kita tidak dapat memaksakan sebuah pertemanan, pertemanan selalu hadir dan mengalir begitu saja. Kita bisa mengusahakan pertemanan, tetapi jangan lah memaksa. Kita juga berkembang tidak serta merta selalu berada dalam garis semu yang sama, namun wajar kita pernah berada dibelakang atau didepan. Dan selalu bahagia pada setiap pilihan mereka, karena yang hanya kita bisa lakukan setelah berusaha adalah berdoa.
So, jangan sungkan membaca
😀
Sebenarnya postingan kali ini sangat susah untuk diungkapkan, bahkan dituliskan. Tapi penulis mencoba perlahan untuk merangkai kata-kata sesuai dalam lubuk hati penulis.
Penulis saat ini dalam masa transisi pertemanan. Hal yang selalu terjadi sama penulis persis waktu penulis dalam masa transisi dari SD ke SMP, SMP ke SMA, dan SMA ke kuliah. Jangan kira menurut kalian, masa transisi yang dimaksud adalah masa mencari teman, bukan! Penulis gak bermasalah dengan itu. Masa transisi yang dimaksud penulis adalah ketika kalian berada tidak dalam garis semu yang sama. Kalian bisa terlalu cepat atau terlalu lambat, sehingga kalian merasa berbeda dan timbul perasaan tidak mau kehilangan atau tidak mau menghilang dari lingkar pertemanan.
Hmm, sulit ya mencernanya?
Sebenarnya penulis pikir, penulis gak akan nulis ini karena pertemuan kemarin
Mungkin maksudnya adalah penulis kangen dengan suasana, lingkungan, pemikiran dan topik yang dibawa, raut wajah, aura, ya... bisa saja.
Penulis baru menyadari pemikiran 'transisi' ini ketika mereka tak lagi disamping penulis, mungkin sekitar 2-3 minggu. Dibandingkan dengan 4 tahun ini, rasanya sedikit, tetapi itu sudah cukup membuat penulis kangen. Diminggu-minggu itu penulis merasa sendirian, kesepian, dan merasa tidak lagi berada pada trek yang sama dengan mereka. Anggap saja, kalau kita sedang jogging dalam suatu trek, penulis mungkin berada jauh dari mereka. Bisa didepan atau di belakang. Dalam masa kehilangan antara 2-3 minggu itu, penulis mencoba untuk mencairkan suasana. Yang pasti, rasanya belum pantas menjadi orang pencair suasana kalau kamu sendiri adalah yang membawa obor dan koreknya -kamu adalah sumber dari segala kekacauan-.
Penulis memang kangen masa-masa itu, dimana kita melakukan banyak hal, saling menyemangati, dan nugas bareng. Penulis mengerti, hidup tak selamanya untuk bersenang-bersenang, tetapi hidup juga penuh perjuangan. Tapi mungkinkah karena apa yang kita perjuangkan sudah berbeda dan penulis merasa suasana yang berbeda ini? Penulis ingin menyamakan jarak dengan kalian, tapi penulis pikir bagaimana?
Kalau mau flashback, penulis bukan hanya sekali seperti ini. Pertama kalinya penulis mengalami ini dan sadar kalau penulis kurang bisa beradaptasi dengan situasi ini adalah saat SMP menuju SMA, dimana penulis kehilangan sahabat penulis saat itu. Meski, particularly, bukan kehilangan.. hanya saja dia nun jauh disana.. tapi penulis merasa sulit dalam menyesuaikan pertemanan. Bukan berarti penulis ngga punya temen, tapi 1 teman itu dapat membuat kehidupan penulis tiba-tiba terasa berbeda dan penulis harus mulai beradaptasi dalam hal itu. Kedua, ketika SMA tahun pertama, penulis harus ditinggal lagi oleh sahabat penulis ke tempat yang jauh. Lagi-lagi keterpurukan penulis yang belum reda, menjadi semakin terpuruk dengan hal pertemanan. Di titik itu penulis merasa penulis adalah seseorang yang berada ditempat yang sama sementara orang-orang disekitar penulis sibuk pindah. Ketiga, saat awal kuliah. Penulis berada di tempat yang berbeda, ikut berpindah namun berbeda tempat. Transisi yang sangat dirasakan penulis adalah bukan hanya jauh dari sahabat-sahabat penulis, tetapi juga masalah komunikasi. Bagaimana kita mempunyai kesibukan masing-masing dan jarang berkomunikasi atau membalas pesan.
Dan, ini adalah keempat kalinya penulis merasa berada dalam transisi pertemanan yang menyakitkan. Dan mungkin, ini pertama kalinya penulis merasa kalau penulis adalah orang yang meninggalkan mereka, sementara mereka tidak.
Penulis sebisa mungkin untuk tidak menuntut apa-apa. Penulis tidak bisa memaksakan semuanya dan penulis belajar dari keadaan-keadaan yang penulis alami. Penulis juga tidak bisa dikatakan tidak punya teman atau sukar bergaul. Penulis bisa, hanya saja ketika kamu terlalu lama berteman dengan seseorang dan kamu menjadi sangat dekat dengan dia dan teori kejadian berulang terjadi (ini teori penulis sendiri dan kayaknya kalo kalian pingin tahu, penulis bisa buat post nanti), maka ibarat lemak-lemak di tubuh penulis.. menghangatkan.
#Kalo lemak kebanyakan kan juga ga baik?
Iya abaikan dulu fakta ini.
Tetapi juga, kalau kehilangan lemak, kita akan merasa kedinginan a.k.a kesepian #apalah
Postingan ini sudah ada sejak lama di draft blog penulis bersama 2 postingan lain. Dalam perjalanannya untuk dipublikasikan, penulis juga menerima banyak cerita soal pertemanan. Dan penulis tidak akan menceritakannya, cukup pengalaman dari penulis saja.
Tetapi... inti yang penulis dapat selalu sama. Kita tidak dapat memaksakan sebuah pertemanan, pertemanan selalu hadir dan mengalir begitu saja. Kita bisa mengusahakan pertemanan, tetapi jangan lah memaksa. Kita juga berkembang tidak serta merta selalu berada dalam garis semu yang sama, namun wajar kita pernah berada dibelakang atau didepan. Dan selalu bahagia pada setiap pilihan mereka, karena yang hanya kita bisa lakukan setelah berusaha adalah berdoa.
Aku selalu mendoakan kalian, sahabatku. Terima kasih telah membuatku berkembang hingga saat ini. Kalian salah satu inspirasi dalam hidupku.
Dibaca 2x baru ngeh maksudnya apa thor hahaha. Emang author kenapa bisa jadi korek atau obornya? Cerita dong thooor
BalasHapussudah di siapkan di postingan 3 sih, tapi masih takut non. hehehe
Hapuswaaaa... jadi penasaran bagaimana kelanjutannya nih :P
BalasHapus