Langsung ke konten utama

"mati rasa"

Sebelum membaca,
Disclaimer bagi teman-teman yang sedang berbahagia, maka berbahagialah selagi memiliki banyak rasa :)

Marilah mencoba untuk tidak menangis lagi ketika sedang menulis..
(walaa~ penulis lagi di luar, harus kuat, banyak orang hahaha)




Maaf ya teruntuk teman penulis yang tempo hari secara tiba-tiba nge-chat penulis dan rindu akan tulisan penulis. Penulis berusaha untuk memberikan cerita yang absurd dan menyenangkan, tetapi tulisan penulis mandek di tengah jalan dan hari-hari berikutnya terlihat lebih absurd dan menyeramkan. Jadi penulis tidak melanjutkan draft itu.




Ada beberapa pertanyaan yang selalu disebabkan oleh entah apa. Mungkin itu yang dinamakan overthinking.

Lebih berat lagi karena pertanyaannya sulit di share pada siapapun.
Tapi begitu, penulis juga ingin menemukan jawaban.

Jadi setidaknya, penulis mengeluarkan pertanyaan yang ada di dalam pikiran penulis dan menuliskannya pada blog ini.

Kondisinya penulis sedang mati rasa, artinya lebih cenderung tidak merasakan apa-apa yang berhubungan dengan perasaan negatif yang pernah terjadi atau sedang berulang..
Begitu, mungkin,

Hingga kemudian pertanyaan ini muncul,

Apabila kamu sudah merasa mati rasa akan keadaanmu saat ini, apakah itu berarti kamu sudah menerima hal yang terjadi padamu?
.
.
Atau
.
.
Berarti apakah artinya kamu sudah memanajemen persepsimu dengan baik?
.
.
Begitulah kira-kira
Penulis sendiri belum bisa menjawabnya.


Hari-hari penulis kemudian semakin abstrak.
Tapi di sekitar masih membuat penulis tersenyum dan tertawa.

Ya meski tidak menjadi selamanya.

Sejak itu, semua hanya seperti lapisan.
Bahkan hampir semu.

Bahkan respon diri sendiri hanya reaksi spontan di tempat.
Tidak menggerus proses panjang dan melekat.

Meski sudah di ingatkan oleh Yang Kuasa.
Untuk bangun dini hari dan berdoa untuk dikuatkan.
Mungkin malaikat juga berdoa untuk mematikan rasa.

Seakan diberitau sesuatu akan membuatmu lemah.
Bahkan terguncang.


Sehingga hari kemarin telah dilalui
Sehingga hari ini dapat dilalui tanpa terlalu terbebani
Begitupun hari-hari esok yang mungkin akan lebih indah dan baik.

Tapi ya begitu,
Manusia suka merasa hampa ya,
Ingin rasa yang tidak ingin dirasakan.
Ingin memiliki rasa yang orang sekitar eluhkan.
Ironinya itu rasa negatif.

Tapi kalau pertanyaan yang muncul
Kalau mati rasa, apa itu berarti kita tidak peka dengan diri sendiri? 


Ataukah

Mungkin saja,

Kalau mati rasa, berarti pikiran ini sudah mampu beradaptasi pada kepahitan yang semakin berkembang di dalam diri?

Apa akan mungkin lebih baik dikeluarkan saja daripada tidak tau rasa negatif sudah mulai terbiasa hidup dalam diri ini?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal ungkapan the sunset is beautiful, isn’t it

“senjanya indah, ya?” kata penulis menatap seorang laki-laki di samping penulis. kami sedang duduk di pinggir pantai dan menatap langit dengan semburat merah jingga yang sangat apik itu. rasa ingin menggapai senja tapi kami hanya berdiam disini karena senja selalu lebih indah dinikmati dari kejauhan. yang diajak bicara tak menanggapi apa-apa. Nihil dibalut kesunyian sore itu. Matahari enggan bertahan di angkasa lebih lama lagi, maka seiring itu pula keduanya pulang.  di atas motor yang mereka bawa, keduanya tak membuka satupun pembicaraan. mereka masih ikut terbenam dalam keindahan senja yang hampir gugur itu. alih-alih terhanyut, penulis malah memang berniat untuk tak menggubris perkataan yang nantinya akan keluar. alih-alih, ia memilih merenung dan menanyakan lagi pada dirinya sendiri dalam hati, “senjanya indah, ya?” tak ada satupun air mata yang keluar membasahi pipinya. meski ia lebih menginginkan itu daripada harus menahan pencernaannya yang tidak kunjung baikan selama 5 hari ata

Are u okay?

Halo semua, maaf penulis lama sekali meninggalkan blog ini. 2022, tahun yang telah berganti belum sempat penulis sapa. Rutinitas setahun terakhir benar-benar berulang secara cepat. Banyak hal yang terskip selain dari hal yang menjadi prioritas, kerja. Tapi ternyata setelah setahun ini, akhirnya penulis kembali ke blog ini karena suatu hal yang akhir-akhir ini sering kembali menghampiri. Mungkin fase yang secara cepat berjalan ternyata menimbulkan suatu dampak, bahwa disadari tidak semua ikut berjalan secara cepat dan disadari tidak semua baik untuk ikut berjalan secara cepat. Salah satu yang sering menghampiri selama setahun belakangan adalah rasa cemas. Perasaan cemas yang semakin lama semakin cepat datang. Sungguh tidak nyaman. 365 hari yang silih berganti hingga menjadi satu tahun. Satu hari yang berarti 24 jam, harus habis begitu saja dengan pekerjaan, bersosialisasi, me time  yang tak lain sebagai distraksi dari pekerjaan ( tragic ), berkabar pada sanak saudara dan kerabat terdeka