Langsung ke konten utama

Are u okay?

Halo semua,

maaf penulis lama sekali meninggalkan blog ini. 2022, tahun yang telah berganti belum sempat penulis sapa. Rutinitas setahun terakhir benar-benar berulang secara cepat. Banyak hal yang terskip selain dari hal yang menjadi prioritas, kerja.

Tapi ternyata setelah setahun ini, akhirnya penulis kembali ke blog ini karena suatu hal yang akhir-akhir ini sering kembali menghampiri. Mungkin fase yang secara cepat berjalan ternyata menimbulkan suatu dampak, bahwa disadari tidak semua ikut berjalan secara cepat dan disadari tidak semua baik untuk ikut berjalan secara cepat. Salah satu yang sering menghampiri selama setahun belakangan adalah rasa cemas.

Perasaan cemas yang semakin lama semakin cepat datang.

Sungguh tidak nyaman. 365 hari yang silih berganti hingga menjadi satu tahun. Satu hari yang berarti 24 jam, harus habis begitu saja dengan pekerjaan, bersosialisasi, me time yang tak lain sebagai distraksi dari pekerjaan (tragic), berkabar pada sanak saudara dan kerabat terdekat. Bahkan meskipun ada waktu dinas luar kota kebanyakan bukan terlihat seperti sweet escape karena rasanya sulit untuk menikmati waktu dan keadaan. Visual hanyalah visual. Sulit, untuk berhenti sejenak dan refleksi. Menganggap waktu akan berputar lambat, atau mengganggap jam yang tidak terdengar bunyinya itu tidak bergerak. Sulit untuk bernafas sebentar atau mengatur nafas sebentar. Mencari ketenangan.

Setelah menyadari itu semua, penulis juga menyadari, bahwa blog ini tidak sekedar blog. Tentu, ketikan di setiap kata dalam blog ini menjadi sebuah nafas kedamaian penulis sendiri. 

Yang tanpa ragu dan tanpa kecemasan, dibanding membalas sebuah pesan rekan kerja, atasan, atau narahubung suatu instansi.

Yang penulis sadari juga merupakan tempat untuk terapi dengan cara penulis sendiri. Seperti saat ini, setelah cukup tidur selama 3 jam dan bangun tengah malam dengan keadaan hati tak kunjung reda dari rasa cemas yang berlebihan. Hanya karena 4-5 kata yang penulis ketik sebagai balasan chat pada atasan, namun terus menerus merasa uring-uringan hingga muncul pertanyaan dalam diri sendiri "mana sikap bodo amat mu?" "apa mungkin tuasnya karatan?" tapi tetap saja tidak menjawab dan tidak mengurangi perasaan cemas. 

Hingga terlintas menulis mungkin adalah sebuah jawaban.

Tiap kata yang diketik dengan tempo yang cepat maupun lambat, diselingi jeda untuk diam, berfikir, merenungi dan setelah selesai menulis draft yang sangat kasar penulis baca lagi untuk disunting dan dipublikasikan di blog ini adalah sebuah jawaban untuk meredakan ini semua.

Penulis tidak begitu baik, rasa cemas yang muncul berlebihan, rasa pusing yang sering kali muncul setelah berfikir, dan seringkali cepat burnout harus penulis simpan sendiri untuk waktu setahun belakangan dengan berpikir kalau penulis mampu bertahan (atau juga lebih tepatnya belum ada waktu mencari jalan keluarnya karena terlalu sibuk, sehingga bisa terbilang menghindar).

Hingga akhirnya tengah malam ini, penulis terbangun dengan perasaan cemas dan menyadari untuk kembali ke blog ini. Ya, penulis kembali kesini dan menemukan jawaban.

Semoga penulis bisa rutin kedepannya.

Maaf penulis tidak membuka 2022 dengan tulisan yang ceria padahal sudah lama sekali tidak menulis. (Padahal udah maret ya). Maaf lagi tidak menyapa 2022 dengan sesuatu yang menggebu2, tapi semoga ketemu lagi dalam waktu dekat.

but, are u okay? :)

Komentar

  1. I'm okay, penulis. Hope you too ya. Kalo bisa, "larinya" jangan terlalu kencang penulis, capek. Diselingi jalan santai sedikit, berhenti ngopi ngopi juga tidak apa. Semoga bisa menemukan sesuatu yang bisa mengobati kejenuhan penulis

    BalasHapus
  2. Eeee jadi gini kalo menurut ane

    BalasHapus

Posting Komentar

Buat mbak, mas, kakak, adik, bapak, ibu, bude, tante, paman, pakle', saudara-saudari silahkan suaranya ditulis :)
No Junk loo ya!! Salam damai :)

Postingan populer dari blog ini

Soal ungkapan the sunset is beautiful, isn’t it

“senjanya indah, ya?” kata penulis menatap seorang laki-laki di samping penulis. kami sedang duduk di pinggir pantai dan menatap langit dengan semburat merah jingga yang sangat apik itu. rasa ingin menggapai senja tapi kami hanya berdiam disini karena senja selalu lebih indah dinikmati dari kejauhan. yang diajak bicara tak menanggapi apa-apa. Nihil dibalut kesunyian sore itu. Matahari enggan bertahan di angkasa lebih lama lagi, maka seiring itu pula keduanya pulang.  di atas motor yang mereka bawa, keduanya tak membuka satupun pembicaraan. mereka masih ikut terbenam dalam keindahan senja yang hampir gugur itu. alih-alih terhanyut, penulis malah memang berniat untuk tak menggubris perkataan yang nantinya akan keluar. alih-alih, ia memilih merenung dan menanyakan lagi pada dirinya sendiri dalam hati, “senjanya indah, ya?” tak ada satupun air mata yang keluar membasahi pipinya. meski ia lebih menginginkan itu daripada harus menahan pencernaannya yang tidak kunjung baikan selama 5 hari ata