Langsung ke konten utama

Filosofi Jerawat di Dalam Lubang Hidung

HELLOW MOONWALKER!

Ingin rasanya aku membuat perahu kertas dan membawanya pergi menuju samudera hanya untuk cerita pada Neptunus seperti Kugy dan perahu kertasnya. Tapi, chemistry ku dengan Neptunus sepertinya terhalang oleh para bintang, ya bintangku adalah Gemini. Sedangkan Kugy berbintang Aquarius. Aquarius mungkin cocok dengan Gemini soal asmara (katanya-tapi-belum-tentu-sih), tapi soal Neptunus, mungkin aku belum bisa menjadi salah satu ksatrianya.



Jadi mari kita simpan saja isi perahu kertas itu dahulu. 😏

#apaansi, penulis
Hehe.

Tanggal 10 Juni kemarin dianalogikan seperti jerawat yang ada di dalam lubang hidung. #EH? Tiba-tiba--

Ok, itu sedikit menggelikan sih, tapi penulis tau betul rasanya punya jerawat yang ada di dalam lubang hidung.
#ini apaan lagi sih penulis
Serius. Rasanya tuh kayak gitu..

#Penulis lagi punya jerawat di dalam hidung?
HEHE.

tw
aj

Jerawat itu ibarat harta karun ya yang harus dipecahkan. Biar apa? Biar lega. Ya kayak ini juga. Kejadian 10 juni berasa kayak nemu petunjuk mengenai kode-kode harta karun dan harus dipecahkan.
Ya.. begitu..

Ekspektasinya sih begitu...

#emang ada apa di tanggal 10 juni, penulis?

Belum selesai nih analogi tentang jerawat..

Jadi, karena jerawat itu di dalam lubang hidung. Jadi,, sulit banget dijangkau. Bener-bener butuh kekuatan ekstra dan harus menahan sakit yang lebih besar dibanding jerawat di wajah. Kayak udah dapat kode harta karun dan kita cuman bisa pasrah sampe harta karun itu sendiri yang ke kita, ya karena kita ga bisa menjangkau sama sekali.


#terus gimana penulis?

Penulis juga bertanya pada diri sendiri, "apakah penulis bisa mengikuti jalan cerita ini?" Maksud penulis jalan cerita si jerawat. Apakah ternyata dia memilih berada di dalam lubang hidung sampai mengering dan kemudian terbang bersama nafas lalu penulis ambil?


#ataukah.. penulis tetap berusaha mengambil dia keluar walaupun susah? 
Ha?

Gimana?

Ga mungkin sih..

EH-GIMANA-

berusaha-mengambil-dia-keluar-walaupun-susah-walaupun-sakit-walaupun-


#ga ada yang ga mungkin, penulis

😲
😳
*mata penulis berbinar*

Iya--
Ga mungkin ini hanya analogi ngawur, 


Iya--
Ini adalah filosofi.


WAH!

Oke..

Ini adalah filosofi jerawat di dalam lubang hidung~

YES!
GA SALAH!


Oke, mari kita berjuang lagi~


#Jadi ada kejadian apa di tanggal 10 juni, penulis?

*sibuk ngupil*
*ga menggubris*


#PENULIS?

BYE DULU YA, MOONWALKER!
BESOK-BESOK LAGI

MARI BERJUANG

Komentar

  1. Semua bergantung tanganmu, kalau tanganmu ga ada kerjaan, biasanya iseng tuh ngambil jerawat dalam hidung sambil meringis kesakitan tapi mantab. Kalau tanganmu banyak kerjaan, biasanya lupa sendiri, nanti jerawatnya kering2 sendiri, cuma sensais mites jerawatnya jadi hilang deh ��

    BalasHapus

Posting Komentar

Buat mbak, mas, kakak, adik, bapak, ibu, bude, tante, paman, pakle', saudara-saudari silahkan suaranya ditulis :)
No Junk loo ya!! Salam damai :)

Postingan populer dari blog ini

Soal ungkapan the sunset is beautiful, isn’t it

“senjanya indah, ya?” kata penulis menatap seorang laki-laki di samping penulis. kami sedang duduk di pinggir pantai dan menatap langit dengan semburat merah jingga yang sangat apik itu. rasa ingin menggapai senja tapi kami hanya berdiam disini karena senja selalu lebih indah dinikmati dari kejauhan. yang diajak bicara tak menanggapi apa-apa. Nihil dibalut kesunyian sore itu. Matahari enggan bertahan di angkasa lebih lama lagi, maka seiring itu pula keduanya pulang.  di atas motor yang mereka bawa, keduanya tak membuka satupun pembicaraan. mereka masih ikut terbenam dalam keindahan senja yang hampir gugur itu. alih-alih terhanyut, penulis malah memang berniat untuk tak menggubris perkataan yang nantinya akan keluar. alih-alih, ia memilih merenung dan menanyakan lagi pada dirinya sendiri dalam hati, “senjanya indah, ya?” tak ada satupun air mata yang keluar membasahi pipinya. meski ia lebih menginginkan itu daripada harus menahan pencernaannya yang tidak kunjung baikan selama 5 hari ata

Are u okay?

Halo semua, maaf penulis lama sekali meninggalkan blog ini. 2022, tahun yang telah berganti belum sempat penulis sapa. Rutinitas setahun terakhir benar-benar berulang secara cepat. Banyak hal yang terskip selain dari hal yang menjadi prioritas, kerja. Tapi ternyata setelah setahun ini, akhirnya penulis kembali ke blog ini karena suatu hal yang akhir-akhir ini sering kembali menghampiri. Mungkin fase yang secara cepat berjalan ternyata menimbulkan suatu dampak, bahwa disadari tidak semua ikut berjalan secara cepat dan disadari tidak semua baik untuk ikut berjalan secara cepat. Salah satu yang sering menghampiri selama setahun belakangan adalah rasa cemas. Perasaan cemas yang semakin lama semakin cepat datang. Sungguh tidak nyaman. 365 hari yang silih berganti hingga menjadi satu tahun. Satu hari yang berarti 24 jam, harus habis begitu saja dengan pekerjaan, bersosialisasi, me time  yang tak lain sebagai distraksi dari pekerjaan ( tragic ), berkabar pada sanak saudara dan kerabat terdeka