Langsung ke konten utama

Candu kebahagiaan

Hi 😁

Penulis gatau perasaan ini apakah menjadi perasaan yang mendasar ada di dalam diri seorang manusia. Bisa jadi hanya beberapa manusia atau hanya penulis yang membuatnya begitu rumit.

Yang perlu diketahui sebenarnya ini bukanlah suatu permasalahan, lebih tepatnya hanya sebuah pemikiran.
Lagi-lagi.. hanya pikiran cuma-cuma yang sedikit berlebih dan sebaiknya sudah waktunya untuk di tampung dalam blog ini. 


Begini, seperti biasa dimulai dari pertanyaan apakah kalian pernah merasa kecanduan akan sebuah tawa seseorang? bukan hanya seseorang tapi bisa saja dua orang, segelintir orang, beberapa orang, pernah tidak?

Penulis kadang berfikir mungkin cita-cita penulis ingin menjadi pelawak agar seseorang selalu tertawa dan bahagia. Tetapi sepertinya bukan cara seperti itu yang penulis ambil, karena ya bisa dibilang menjadi pelawak terlalu professional.

Perasaan ini bukan muncul begitu saja, tetapi muncul karena dipicu oleh seseorang. Yang pasti seseorang ini yang penulis ingat, sampai-sampai saat rindu datang yang dirindukan adalah tawanya. Seakan candu untuk berhasil membuatnya tertawa lepas dan bahagia. Bukan sekadar tertawa di atas penderitaan orang lain, ya meski sesekali hal itu terjadi tetapi kami berdua saling tau bahwa itu adalah lelucon yang sudah disepakati.

*disclaimer: maksudnya penderitaan orang lain bukan ketika kita tertimpa sesuatu atau mengalami hal yang tidak mengenakkan lalu ditertawakan. (penulis juga sering gondok dengan orang kayak gitu, ketawa tidak tau tempat 😒)

Bukan.

Canda tawa, kita bercanda, lalu tertawa. Penulis mengeluarkan candaan dan dia menimpali dengan tertawa yang renyah itu menjadi sebuah katalis tersendiri bagi penulis. Seperti namanya katalis, penulis jadi semakin ingin.....


#.... membahagiakan dia. 

hahahahahaa. 😂

😐 
bukannnn itu kesimpulannyaa

tapi semakin ingin melihat banyak orang yang tertawa bahagia. Reaksi ketika bercanda atau melakukan hal konyol dan seseorang tertawa bahagia itu membuat penulis ikut bahagia.. 
Kalau dirasakan bahagia yang melebihi dari penulis yang tertawa karena canda seseorang. Lebih dari itu.

Mungkin itu mengapa penulis suka memancing orang tertawa dengan tertawa duluan setelah membuat candaan yang sudah failed dan garing. Mungkin bisa jadi penulis membutuhkan tawa yang lebih menyenangkan daripada tawa penulis.

Ya, begitupun saat penulis krisis mendengar seseorang dengan tawa yang renyah, seakan dia muncul dipikiran penulis dan membuat penulis rindu. Rindu akan tawanya juga rindu melihat orang-orang tertawa karena memang kita bercanda dan bergurau.

Lucu ya, sepertinya membuat diri sendiri bahagia itu sangat beragam, tapi kalau tawa orang lain membuatmu lebih bahagia mungkin itu adalah satu hal yang penulis pilih untuk membuat diri ini bahagia.. dan candu akan bahagianya seseorang adalah bahagia kita itu adalah sangat preciousbukan?

Seakan sebagai penawar kerumitan dunia.
Seakan untuk melupakan hal yang melelahkan.
Sepertinya..
sekarang mungkin artinya penulis sedang merindukan tawa renyahnya

#HEMM BTW, TANYA DONG PENULIS!
Ha? apa? ga usah nge gas dong :)

#TAWA RENYAH ITU KAYAK GIMANA?
😁gimana ya... 😏pikir sendiri


Bye

Komentar

Posting Komentar

Buat mbak, mas, kakak, adik, bapak, ibu, bude, tante, paman, pakle', saudara-saudari silahkan suaranya ditulis :)
No Junk loo ya!! Salam damai :)

Postingan populer dari blog ini

Soal ungkapan the sunset is beautiful, isn’t it

“senjanya indah, ya?” kata penulis menatap seorang laki-laki di samping penulis. kami sedang duduk di pinggir pantai dan menatap langit dengan semburat merah jingga yang sangat apik itu. rasa ingin menggapai senja tapi kami hanya berdiam disini karena senja selalu lebih indah dinikmati dari kejauhan. yang diajak bicara tak menanggapi apa-apa. Nihil dibalut kesunyian sore itu. Matahari enggan bertahan di angkasa lebih lama lagi, maka seiring itu pula keduanya pulang.  di atas motor yang mereka bawa, keduanya tak membuka satupun pembicaraan. mereka masih ikut terbenam dalam keindahan senja yang hampir gugur itu. alih-alih terhanyut, penulis malah memang berniat untuk tak menggubris perkataan yang nantinya akan keluar. alih-alih, ia memilih merenung dan menanyakan lagi pada dirinya sendiri dalam hati, “senjanya indah, ya?” tak ada satupun air mata yang keluar membasahi pipinya. meski ia lebih menginginkan itu daripada harus menahan pencernaannya yang tidak kunjung baikan selama 5 hari ata

Are u okay?

Halo semua, maaf penulis lama sekali meninggalkan blog ini. 2022, tahun yang telah berganti belum sempat penulis sapa. Rutinitas setahun terakhir benar-benar berulang secara cepat. Banyak hal yang terskip selain dari hal yang menjadi prioritas, kerja. Tapi ternyata setelah setahun ini, akhirnya penulis kembali ke blog ini karena suatu hal yang akhir-akhir ini sering kembali menghampiri. Mungkin fase yang secara cepat berjalan ternyata menimbulkan suatu dampak, bahwa disadari tidak semua ikut berjalan secara cepat dan disadari tidak semua baik untuk ikut berjalan secara cepat. Salah satu yang sering menghampiri selama setahun belakangan adalah rasa cemas. Perasaan cemas yang semakin lama semakin cepat datang. Sungguh tidak nyaman. 365 hari yang silih berganti hingga menjadi satu tahun. Satu hari yang berarti 24 jam, harus habis begitu saja dengan pekerjaan, bersosialisasi, me time  yang tak lain sebagai distraksi dari pekerjaan ( tragic ), berkabar pada sanak saudara dan kerabat terdeka