Langsung ke konten utama

Soal ungkapan the sunset is beautiful, isn’t it

“senjanya indah, ya?” kata penulis menatap seorang laki-laki di samping penulis. kami sedang duduk di pinggir pantai dan menatap langit dengan semburat merah jingga yang sangat apik itu. rasa ingin menggapai senja tapi kami hanya berdiam disini karena senja selalu lebih indah dinikmati dari kejauhan. yang diajak bicara tak menanggapi apa-apa. Nihil dibalut kesunyian sore itu. Matahari enggan bertahan di angkasa lebih lama lagi, maka seiring itu pula keduanya pulang. 

di atas motor yang mereka bawa, keduanya tak membuka satupun pembicaraan. mereka masih ikut terbenam dalam keindahan senja yang hampir gugur itu. alih-alih terhanyut, penulis malah memang berniat untuk tak menggubris perkataan yang nantinya akan keluar. alih-alih, ia memilih merenung dan menanyakan lagi pada dirinya sendiri dalam hati, “senjanya indah, ya?”

tak ada satupun air mata yang keluar membasahi pipinya. meski ia lebih menginginkan itu daripada harus menahan pencernaannya yang tidak kunjung baikan selama 5 hari atau pening kepalanya yang tak kunjung pudar hingga hari ini. sudah 8 hari terhitung sejak pertanyaan yang tidak terjawab itu, penulis merasa semua hal menjadi aneh. “bukankah alasan kalian bisa menatap senja bersama itu memang aneh? terlebih dia bilang penulis juga aneh, kan?”, bisikan-bisikan pikiran yang menghantui ini rasanya ingin penulis congkel dan penulis ancam untuk diam. Shut up!

#CUT!

Ok, ini hanya fiksi gaes, heheh

#Fiksi apa fiksi?

Fiksi kok, so tau

#Lah emang tau, penulis~ yang fiksi kan soal kalian menatap sunset bersama.

Iyaa sih

#Tapi isi hatinya dan isi hati penulis?

Shuttt- bisa diem gak?


Halo moonwalker, abaikan saja jubir saya yang barusan. Penulis ingin mengutip sebuah kalimat puitis yang memiliki makna lebih dari sekedar kalimat atau mungkin yang diperkirakan hanya sebuah basa-basi. Sebuah kalimat yang ya mau tidak mau penulis merasa relate saat ini, hahaha.

#Siapa lagi sih penulis yang mau dilepas?

#Eh!

Eh, bisa diem dulu gak? 

Kita sambil tebak-tebakan yuk... atau nggak, penulis mending cerita dulu aja kali ya. Kalo penggalan cerita diatas emang fiksi. Gak ada momen bersama memandang sunset dan menyuruput es kopi susu atau sambil mendengarkan lagu indie. GAK ADA. Itu cuma apa yang ada di pikiran penulis aja, kali aja biar happy kan ga spaneng terus.

#Emang spaneng kenapa, penulis?

Biasalah, masa hidup tuh lancar-lancar aja, ya nggak lah ya.

setelah harus mengalami masa-masa pahit dan berat di tahun 2020 hingga tahun 2021, Penulis akhirnya mencoba berdamai dengan keadaan menjelang akhir tahun 2022. Rasanya semua kembali melandai, penulis bisa lebih bersyukur tentang hidup penulis saat itu. Segala hal terasa lebih manis (meskipun ada pahit dikit) hingga pergantian tahun 2023. Termasuk ditambah dengan bumbu-bumbu manis yang berwarna merah muda itu.

#Blackpink?

Ya, boleh juga.

Semua terasa indah, atau lebih tepatnya agak burem, kayak lagu taylor swift yang lavender haze.

#I feel the lavender haze creepin' up on me~ nyanyi disik

semua jadi dikelilingi asap kebul-kebul warna pink lavender yang ga bikin pandangan tajam tapi masih masih tetap ngotot kalo itu seperti di padang bunga lavender yang indah padahal itu cuma asap baygon pembasmi nyamuk yang kebetulan rasa lavender. Gak indah, tapi racun, alias bego. Singkat kata.

Kata-kata bodoh (biar lebih halus) juga penulis sadari akhir-akhir ini. Beberapa hari sebelum penulis tau makna dari sunset is beautiful, isn't.

Penulis bertemu pemuda tamfan (tentu saja), yang pintar, baik (he is always kind), supel, berbakti pada orang tuanya. Semua terlihat begitu simpel pada awalnya hingga suatu ketika kata-kata "situationship" mulai dipopulerkan.

#Someone finds the word "situationship", who's hurting you?

Good! aku juga mau bilang itu. bahkan grammarly tidak mampu untuk mengartikannya cuy!

Karena kompleksitas dari word "situationship" ini membuat penulis juga susah untuk menceritakannya dan kalau penulis ceritakan ini bisa menjadi setebal buku love story karya Leo Tolsoy. Gausah.

Menjelang akhir pertemanan yang lebih dari pertemanan ini, penulis sepertinya sudah dicap aneh karena merespon terlalu berlebihan, dianggap effort penulis terlalu berlebihan, atau dalam hatinya mungkin risih karena penulis terlalu menuntut. Humans are like mirrors, kata buddha (eh gimana ya tapi ini difilosofi buddha). Menjadi baik itu juga involuntarily do the same hal-hal yang baik. Perhatian-perhatian yang disampaikan, tenaga dan upaya yang dicurahkan ke penulis akan penulis balas selagi bisa dengan perlakuan yang sama atau lebih.

Kata monk juga, "In relationships, assume you will need to give more than you receive." 

tapi yah, mungkin karena kita awal ketemu bukan diawali dengan berteman baik. kita gapaham cara dan sikap penulis berteman seperti ini, apalagi lebih dari berteman ya. Kadar random juga seperti ini. 

#Andai begitu, belum tentu dia juga mengganggap apa yang penulis lakukan sekarang adalah sebuah effort yang biasa, kan?

Mungkin juga.

Kalau sudah begini, penulis seperti merasa menjadi bodoh. Penulis tidak bisa melakukan apa yang penulis mau. Merencanakan banyak hal untuk bertemu, antusias bercerita, menggembala domba (eh apalagi ini), manja-manjaan (#kupentung ya penulis!). Maap.  Bagaimana yang biasanya penulis kalau rindu mungkin akan penulis temui tapi sekarang tidak boleh rindu ygy. Longing for too long, gak baik juga bagi pikiran penulis. 

Dan membingungkan. Udah bodoh, bingung pula, ya karena dia masih seenaknya melakukan hal-hal yang saat ini tidak bisa penulis lakukan lakukan. #Kenapa penulis mau? karena penulis bodoh. Jatuh cinta bikin bodoh. hal yang penulis sadari akhir-akhir ini pula dan lebih buruk adalah penulis tidak menjadi diri sendiri.

#Lantas gimana penulis? mau balik dan mengganti menjadi status.. mungkin sebagai sahabat, apa penulis bisa?

Kalau semua tidak membingungkan seperti ini, rasanya penulis tidak akan memilih mengucapkan "the sunset is beautiful, isn't?"

Penulis selalu berharap agar penulis bisa menjalankan dengan senang-senang awalnya, berharap dia pun begitu. Memang tanpa ekspektasi yang di set seperti apa nantinya, yang dihadapi saat ini adalah menjalankan realita saat ini. Awalnya.

Walaupun nantinya seringkali penulis akan tetap kesulitan untuk menghilangkan semuanya termasuk yang lebih krusial adalah not to loving him. Gapapa. 

Penulis jadikan ini fase tersendiri. Penulis akan memilih mengucapkan "the sunset is beautiful, isn't?"  lalu mari kita berjalan melangkah masing-masing.

#Jadi apa artinya the sunset is beautiful, isn't penulis?

AAA... ITU...

 is a way to explain to someone you love them, but you're also letting them go 

bye gaes, see u di life update berikutnya



Komentar

  1. Sepertinya kita ada di titik yg sama meski dg waktu dan org yg berbeda. Semangat ya penulis! Semoga kita menjadi pintar kembali (re: tdk bodoh Krn cinta)!

    BalasHapus
  2. wah non, yang semangat ya. lebih nyesek bukan menjadi bodoh sih ternyata. ternyata yang lebih berat adalah ketika kita ga bisa jadi diri sendiri :( fase ini sepertinya muncul saat penulis bodoh terus ga ketolong, hehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bahkan dengan menjadi bodoh pun, nobita tetap menjadi tokoh utama dalam film populer di kalangan banyak orang kok. I mean, setiap orang merupakan tokoh utama dengan skenarionya masing-masing. So, tetep lakuin kalau emang itu adalah sesuatu yang mngkin kamu pengen. Karena lebih berani mengungkapkan walaupun tertolak daripada tidak pernah mengungkapnya sama sekali. Good luck!

      Hapus

Posting Komentar

Buat mbak, mas, kakak, adik, bapak, ibu, bude, tante, paman, pakle', saudara-saudari silahkan suaranya ditulis :)
No Junk loo ya!! Salam damai :)

Postingan populer dari blog ini

Are u okay?

Halo semua, maaf penulis lama sekali meninggalkan blog ini. 2022, tahun yang telah berganti belum sempat penulis sapa. Rutinitas setahun terakhir benar-benar berulang secara cepat. Banyak hal yang terskip selain dari hal yang menjadi prioritas, kerja. Tapi ternyata setelah setahun ini, akhirnya penulis kembali ke blog ini karena suatu hal yang akhir-akhir ini sering kembali menghampiri. Mungkin fase yang secara cepat berjalan ternyata menimbulkan suatu dampak, bahwa disadari tidak semua ikut berjalan secara cepat dan disadari tidak semua baik untuk ikut berjalan secara cepat. Salah satu yang sering menghampiri selama setahun belakangan adalah rasa cemas. Perasaan cemas yang semakin lama semakin cepat datang. Sungguh tidak nyaman. 365 hari yang silih berganti hingga menjadi satu tahun. Satu hari yang berarti 24 jam, harus habis begitu saja dengan pekerjaan, bersosialisasi, me time  yang tak lain sebagai distraksi dari pekerjaan ( tragic ), berkabar pada sanak saudara dan kerabat terdeka