Langsung ke konten utama

Ramalan Ayah Penulis

HELLOWW MELLOWERS (para meloo)

Sudah lama penulis ga nulis. Tahun berganti dan bulan pun berganti, tapi penulis benar-benar sedang mobile dan susah untuk fokus sama blog ini.

Mian.
#Apaan tuh?
Hm.
.
.

Maaf.

Penulis sekarang sedang berada di kota lain yang termasuk dalam kota ekspedisi penulis (yang tidak disangka-sangka di Jabah oleh Allah SWT.). Heran pasti kenapa bisa penulis ada disini, padahal network penulis di kota ini sangat minim.

Mungkin itulah kekuatan doa.



Kali ini penulis bukan ingin bercerita mengenai bagaimana keadaan disini, karena jujur penulis juga sedang beradaptasi.

Melakukan perjalanan ke kota ini tidak semenakutkan kota sebelumnya yang harus dilakukan sendiri (karena penulis kemarin diantar heheh). Tapi ternyata perpisahannya lebih membuat duka di kota ini. Karena penulis suka melow kalau sudah diantar terus ditinggal. Lebih baik gak diantar deh heheh, tapi cepet kangen. Ya ada plus minusnya masing-masing.

Penulis akan cerita pengalaman penulis lembur kerja pertama di kantor yang sampe harus nginep semalem. Setelah lebih dari 2 minggu penulis kerja di kantor di kota baru ini, ada saatnya penulis kebagian kerjaan yang harus diselesaikan mendadak dan mau tidak mau harus lembur dikantor.

Berhubung hari sabtu kemarin penulis masuk kantor sampai malam dan hujan pula, yang mana sungguh menakutkan - iya, penulis pernah cerita kan tentang hujan, penulis ga suka suara hujan karena bikin deg-degan apalagi suaranya hujan di seng apalagi malem-malem - jadi penulis minta tolong teman penulis buat nemenin penulis lembur.

Ini bukan cerita tentang lembur penulis, tapi cerita tentang suatu ramalan ayah penulis. Sebelum penulis kerja dan merantau lagi ke kota yang lebih jauh, penulis dapat kuliah filsafat dari ayah penulis. Heheh. Ngga deng. Hanya sharing-sharing tentang dunia kerja langsung dari pakarnya dan  analisis diri sendiri juga. Penulis diberikan gambaran mengenai sudut pandang orang lain (dalam hal ini adalah Ayah penulis sendiri) tentang penulis. Dan apa yang Ayah penulis katakan benar-benar cocok dengan penulis. Penulis juga merasa seperti yang ayah penulis katakan. Penulis bangga karena bisa mengenal diri penulis sebagian, namun sebagiannya lagi membuat penulis tercengang-cengang. Masa iya? Apa penulis memang orang yang seperti itu?

Dibawah rembulan, diteras rumah khas seperti kebanyakan laki-laki yang nongkrong di warkop (begitulah keadaan ayah penulis saat itu). Penulis dan ayah penulis berbincang-bincang membicarakan ke depannya nanti (duh penulis jadi kangen). Ada satu hal yang penulis ingat kalau penulis adalah orang yang tidak gampang berhenti bekerja (mungkin bisa dalam hal mendalami sesuatu termasuk bekerja, hobi, atau menuntut ilmu). "Sekalinya kamu akan memasuki dunia itu, kamu akan sulit untuk berhenti." Penulis sedikit menyangkal, apa iya? Padahal penulis malesan (hehehe, jangan dicontoh).

Sebelum lembur dimulai, penulis sedikit ragu. Apakah tidak apa-apa? Penulis tidak ingin menjadi orang yang gila kerja. Ada sesuatu dari dalam diri penulis yang menyuruh penulis untuk pulang saja karena tidak ingin apa yang ayah penulis katakan terjadi di diri penulis. Yah penulis berusaha menyangkal.

Tapi tentu saja diri penulis yang lain berkata untuk bekerja, karena deadlinenya sudah ditentukan. BESOK! Dan penulis juga baru masuk kerja, masa penulis tidak bisa menyelesaikan tugas tepat waktu?

Jadi,

Penulis memutuskan untuk begadang. 

SKIP.

Besoknya di hari deadline. Penulis kerja setengah hari, jam 12 siang pulang. Dari jam 10 pagi penulis udah ditelponin terus sama mama penulis. Dan akhirnya penulis telpon balik dan cerita kalo penulis habis begadang. Respon mama penulis bukan respon yang ingin penulis dengar. Sedikit menyakitkan, tapi ya bagaimana lagi. Penulis juga ingin tidak memaksa untuk begadang di kantor, tapi karena dikantor merupakan tempat yang bisa menjamin penulis begadang (dari adanya wifi, kursinya nyaman ga bikin punggung sakit). Ya jadinya gitu.. Penulis saat itu sedikit kecewa, diri penulis ingin ada seseorang berada dipihak penulis dan memberi semangat lagi untuk tugas yang tidak berkesudahan (bukan mengeluh ya, tapi sebaliknya, penulis justru senang melakukannya).

Besoknya penulis video call sama Ayah penulis, tengah malam, seperti biasa. Masuklah pada topik yang sama dengan pembicaraan dengan mama penulis. Dan seperti sebelum-sebelumnya, lagi-lagi penulis speechless. Penulis bilang kalo penulis begadang di kantor kemarin.. terus penulis diem, untuk lihat reaksi Ayah penulis. Berkebalikan dengan mama penulis, ayah penulis bilang 'ya itu emang kamu'

'ya itu emang kamu'

'ya itu emang kamu'

'ya itu emang kamu'

Air mata penulis lolos satu.
Dua.
Tiga.

Dan mendadak penulis meloo 😂
#Emang ya kalau kayak gini penulis cepet banget melo
Eheheh, tau aja
#btw maksud ayah penulis apa nih?
Ha? masa gatau.. maksudnya itu gini..

Penulis sempat nangis banget waktu denger respon mama penulis, tapi yang sekarang nangisnya beda. Beda atmosfer.
Penulis merasa sesuatu yang lebih tenang dari sebelumnya, tapi penulis juga merasa sesuatu-ini-sudah-diingatkan-dan-ini-terjadi. 

Ada 2 kubu di dalam diri penulis hingga membuat tanggapan mengenai respon ayah penulis bikin speechless. Ayah penulis yang ngingetin penulis tentang sifat-sifat penulis, Ayah penulis juga yang no comment dengan hal itu kalau tersuratnya sih gitu (kalau tafsir tersiratnya seperti dukungan dan itu menenangkan). Penulis sebagai orang yang sudah tau kekurangan dan kelebihan diri sendiri belum bisa untuk mengurangi kekurangan itu. Dilihat-lihat penulis kayak belum bisa menerima diri sendiri dan malah orang lain (Ayah) penulis yang bisa menerima itu. Sad but I guess true

Tapi yang mau digarisbawahi, itu tidak menjadikan penulis lantas tidak menjadi diri sendiri, memperbaiki sesuatu yang dianggap salah seperti berlebihan dalam menghadapi suatu hal itu ga baik juga kan, jadi setidaknya penulis mau mencoba mengurangi. Penulis juga ga bilang begadang dikantor itu ga baik, tapi penulis juga takut kalau kedepannya penulis sering begadang, mengerjakan sesuatu terlalu berlebihan bakal membuat diri sendiri tidak sehat, tidak baik juga kan. Jadi ini sebagai reminder awal untuk penulis.

Melihat respon Ayah penulis yang kebanyakan berbeda dari kebanyakan orang, itu yang menjadikan penulis sedikit lega juga, menenangkan. Disatu sisi penulis ingin sedikit memperbaiki beberapa sifat penulis dan disatu sisi penulis tidak ingin terlalu berusaha keras, ingin semua terlihat natural dan mengalir begitu saja tetapi tetap pada apa yang kita niati.

Dah gitu aja deh. Heheh. Maaf sedikit belibet, karena menuju kedewasaan itu sulit dan sulit juga dijelaskan bagaimana caranya seperti postingan kali ini.

Nantikan postingan lainnya

Komentar

  1. mungkin memang seperti itu tanggapan seorang ayah karena ayah yang mungkin lebih mengenal situasi dalam bekerja dan memiliki tanggungjawab lebih untuk bekerja.. dan memang seperti itu tanggapan ibu yang memang lebih memiliki sikap dan sifat untuk waspada, khawatir dan berhati-hati terhadap sesuatu,.. mungkin karena ibu seorang perempuan yang juga tau sendiri perempuan seperti apa karena kakak Qonitah juga perempuan :P yang pastinya lebih peka dan lebih perasa :') ... yang ingin saya sampaikan adalah sikap ibu yang seperti itu sebenarnya sangat peduli dan sangat perhatian ke kakak Qonitah seperti apa yang dilakukan ayah kakak Qonitah.. hanya saja beda cara penyampaian dan beda sudut pandang yang diutarakan oleh ibu dan ayah kakak.. dan saat itu kakak lebih menerima pendapat ayah kakak yang mungkin saat itu apa yang dikatakan ayah kakak adalah sesuatu yang benar-benar kakak butuhkan "dalam sudut pandang kakak" daripada apa yang dikatakan ibu kakak ... tapi keduanya memiliki maksud dan tujuan yang sama kok untuk mengingatkan dan memberi motivasi kakak agar kedepannya lebih baik... #mulai mbulet :D wkwkw.. maapkan kak kalau komennya kepanjangan dan mbulet :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya sis, dari sini aku juga belajar buat lebih legowo terhadap sesuatu dan semua sesuatu itu beralasan, jadi jangan bikin kecewa kita mengubah seluruh pandangan kita terhadap sesuatu itu. Komen panjangmu sangat berarti, terima kasih banyak :3

      Hapus

Posting Komentar

Buat mbak, mas, kakak, adik, bapak, ibu, bude, tante, paman, pakle', saudara-saudari silahkan suaranya ditulis :)
No Junk loo ya!! Salam damai :)

Postingan populer dari blog ini

Soal ungkapan the sunset is beautiful, isn’t it

“senjanya indah, ya?” kata penulis menatap seorang laki-laki di samping penulis. kami sedang duduk di pinggir pantai dan menatap langit dengan semburat merah jingga yang sangat apik itu. rasa ingin menggapai senja tapi kami hanya berdiam disini karena senja selalu lebih indah dinikmati dari kejauhan. yang diajak bicara tak menanggapi apa-apa. Nihil dibalut kesunyian sore itu. Matahari enggan bertahan di angkasa lebih lama lagi, maka seiring itu pula keduanya pulang.  di atas motor yang mereka bawa, keduanya tak membuka satupun pembicaraan. mereka masih ikut terbenam dalam keindahan senja yang hampir gugur itu. alih-alih terhanyut, penulis malah memang berniat untuk tak menggubris perkataan yang nantinya akan keluar. alih-alih, ia memilih merenung dan menanyakan lagi pada dirinya sendiri dalam hati, “senjanya indah, ya?” tak ada satupun air mata yang keluar membasahi pipinya. meski ia lebih menginginkan itu daripada harus menahan pencernaannya yang tidak kunjung baikan selama 5 hari ata

Tentang meeting proposal seseorang yang ‘Meh’

Hello , Udah lama gak nulis-nulis di blog. Hari ini penulis dituntut untuk reborn  yang mirip udang rebon kayaknya. Jadi setidaknya mari menorehkan beberapa goresan keyboard pada blog yang lama usang ini. Penulis akan memulai dari judulnya yaitu tentang meeting proposal seseorang yang ‘Meh’. Meeting proposal dengan topik perubahan status … hidup dan mati ( self-claimed penulis). Kalau penulis udah tulis di Matriks Eisenhower ( Priority Matri x) pasti akan ada di pojok kiri dengan simbol menyalahh 🔥🔥🔥 highly urgent and highly important . Penulis bener-bener investasi dalam hal ini, long-term . Ini juga highly sensitive . Pokoknya apapun dikasih embel-embel highly. Sebenarnya yang perlu penulis sadari adalah bagaimana orang lain memiliki prioritasnya sendiri dan bagaimana hal ini menurut orang tersebut tidak benar-benar seperti bumi sedang kiamat (ya penulis juga ga melihat sampai sana, tapi coba bayangkan seperti itu). Mungkin seseorang itu akan menempatkan pada kuadran terjadwal