Langsung ke konten utama

Sirkel

Hi :)

Sebenarnya ini terinspirasi dari instagram story temen penulis yang sedang menerka-nerka current circle nya siapa. Circle yang dimaksud adalah lingkaran pertemanan atau pergaulan atau orang-orang terdekat yang terhubung hingga saat ini. Penulis lebih suka menuliskannya sebagai sirkel

Terlalu banyak perubahan di tahun 2020 yang bisa dibilang lebih ekstrim daripada tahun-tahun sebelumnya. Dari sini penulis berfikir, menurut penulis tahun 2020 dirasa sebagai tahun dengan fase sirkel yang ekstrim juga. Sirkel penulis luar biasa banyak berubah di tahun ini. 

Mulai dari awal tahun 2020, sirkel penulis dipenuhi bersama rekan kerja di Bandung. Ada Kitin dan Riri sebagai ciwi-ciwi yang penulis habiskan waktu bertemu mereka setiap hari, kadang wiken nyari-nyari acara, staycation bertiga, sampaii nikahan Riri yang diundang dari malam sebelum akad sampai hari h resepsi. Haru biru malam sebelum akad itu. Penulis pendatang dan bukan asli Bandung. Padahal baru kenal setahun, tapi sudah diundang di acara yang menurut penulis sangat sakral dan itu artinya teman penulis telah memberi kepercayaan. Selain itu, ada rekan kantor lainnya yang telah melakukan perjuangan yang sama besar. Mereka tentu mempunyai pemikiran yang kurang lebih sama namun caranya bertindak yang berbeda-beda. Salut! 

Tahun itu juga ditemani oleh temen-temen Situbondo yang lagi di Bandung, yang punya kesibukan masing-masing dan waktu itu semua masih berstatus mahasiswa dibandingkan penulis yang sudah bekerja. Vibesnya berbeda untuk mahasiswa dan pekerja kantoran meskipun lahir di tahun yang sama. Vibes mahasiswa yang membuat penulis merasa harus kembali bekerja untuk mencari ilmu bukan hanya orientasi pada gaji, tetap haus akan pengetahuan, dan tetap menerapkan teori yang sistematis meski dalam dunia kerja banyak hal yang perlu improvisasi. Setidaknya tidak lupa kalau ada pengalaman (re: penelitian) terdahulu untuk diadaptasi. 

Setelah itu, pandemi. Penulis resign sekaligus pulang ke Situbondo. Rekan kantor masih menjadi sirkel penulis dengan catatan kecil tak lagi bertemu. Teman-teman Situbondo yang di Bandung juga balik ke kampung halaman yang sama dengan penulis. Porsi rekan kantor yang menjadi sirkel lebih besar daripada teman-teman situbondo di Bandung menjadi terbalik. Waktu itu, kondisi masih aman, pandemi belum mengganas. Kumpul-kumpul bersama teman-teman hampir menjadi rutinitas meski dalam kelompok kecil, waktu itu kurang lebih ber-9. Sembilan orang itu yang menjadi sirkel terbesar penulis kala itu. 

Karena kondisi yang terlalu riskan, seperti ada adik yang masih balita, mbah yang sudah sepuh, orang tua sebagai tenaga medis, dan pandemi mulai menggila. Ditambahkan banyak hal yang tidak perlu dibicarakan disini (hehehe). Sirkel yang sangat besar itu kemudian mengecil-mengecil dan terus mengecil. Setelah itu, sirkel yang ada hanyalah orang-orang mampu berkomunikasi dengan penulis dari jarak jauh, yang lama kelamaan menjadi jarang untuk berkomunikasi pada akhirnya. Sirkel yang ada terseleksi dengan sendirinya bahkan di saat penulis juga menjadi sok kuat. Sirkel yang masih tetap berada disamping penulis, meskipun penulis tidak rela mereka khawatir tentang apa yang penulis sedang hadapi (a.k.a penulis tidak cerita apa yang penulis alami). Meski begitu, penulis sudah bersyukur. Thanks to beberapa orang yang sudah sharing-sharing sama penulis selama ini meskipun hanya lewat jarak jauh dan sesekali bertemu.

Saat ini, sirkelnya menjadi canggung karena sepertinya terdapat beberapa hal yang tidak balik seperti awal penulis pulang ke Situbondo. Atau mungkin hanya penulis yang berfikiran seperti itu karena penulis adalah orang yang menarik diri. Mungkin opsi terakhir memang lebih cocok dengan kondisi penulis saat itu. Apabila pertanyaan kenapa tiba-tiba hilang sering ditanyakan, mungkin jawaban yang tepat karena penulis sedang menarik diri saja.

Jujur saja, berbicara tentang sirkel seperti berbicara tentang siapakah orang yang berjasa menemanimu kala senang maupun sedih. Berbicara tentang sirkel membuat penulis berkaca apakah ada seseorang yang diperlakukan tidak adil oleh penulis setelah banyaknya yang ia korbankan. Berbicara tentang sirkel membuat penulis juga merasa apakah ada seseorang yang telah dikecewakan oleh penulis dan diakhiri dengan perasaan yang tidak baik dari diri penulis. Berbicara tentang sirkel juga mampu mengembalikan ingatan lalu dimana penulis tidak dapat menjaga pertemanan, melarikan diri, menyerah, dan menghindar. Berbicara tentang sirkel, yang terpenting, berfikir bahwa harusnya penulis dapat berdamai dengan diri sendiri dan menghadapi apa yang telah terjadi.

Setelah ini mungkin sirkelnya akan semakin berbeda, perbedaan akan terasa sangat jauh dan nyata. Sirkel yang sekarang bisa-bisa menjadi begitu kecil dibandingkan sirkel yang akan datang. Siapa tahu? Lalu bagaimana? 

Bersama siapa penulis akan berkembang nantinya? 
Sirkel mana yang memiliki porsi terbesar di hidup penulis? 
Mana yang menjadi sirkel prioritas penulis setelah keluarga? 
Atau mungkin sirkel yang bercabang hingga memunculkan kebingungan untuk memihak pada siapa? 
Di kota yang baru, ibukota, yang lebih keras dan lebih asing, penulis sebagai pendatang baru. Bagaimana sirkel penulis pada akhirnya?

Di satu sisi, dalam hati penulis selalu menguatkan diri sendiri, karena pada akhirnya sirkel ini hanya jadi titipan bagaimana hubungan penulis antar sesama manusia. Semoga penulis dan para pembaca blog penulis, semuanya selalu didekatkan dengan sirkel yang selalu mengejar kebaikan, kebermanfaatan, dan ridho-Nya.

Sudah begitu saja pikiran malam ini.
Penulis tuangkan dengan berbagai typo yang mungkin terjadi sambil menghabiskan waktu agar penulis lebih lelap tertidur. Semoga penulis tidak mimpi buruk malam ini, hehehe.

Bye, moonwalker :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal ungkapan the sunset is beautiful, isn’t it

“senjanya indah, ya?” kata penulis menatap seorang laki-laki di samping penulis. kami sedang duduk di pinggir pantai dan menatap langit dengan semburat merah jingga yang sangat apik itu. rasa ingin menggapai senja tapi kami hanya berdiam disini karena senja selalu lebih indah dinikmati dari kejauhan. yang diajak bicara tak menanggapi apa-apa. Nihil dibalut kesunyian sore itu. Matahari enggan bertahan di angkasa lebih lama lagi, maka seiring itu pula keduanya pulang.  di atas motor yang mereka bawa, keduanya tak membuka satupun pembicaraan. mereka masih ikut terbenam dalam keindahan senja yang hampir gugur itu. alih-alih terhanyut, penulis malah memang berniat untuk tak menggubris perkataan yang nantinya akan keluar. alih-alih, ia memilih merenung dan menanyakan lagi pada dirinya sendiri dalam hati, “senjanya indah, ya?” tak ada satupun air mata yang keluar membasahi pipinya. meski ia lebih menginginkan itu daripada harus menahan pencernaannya yang tidak kunjung baikan selama 5 hari ata

Are u okay?

Halo semua, maaf penulis lama sekali meninggalkan blog ini. 2022, tahun yang telah berganti belum sempat penulis sapa. Rutinitas setahun terakhir benar-benar berulang secara cepat. Banyak hal yang terskip selain dari hal yang menjadi prioritas, kerja. Tapi ternyata setelah setahun ini, akhirnya penulis kembali ke blog ini karena suatu hal yang akhir-akhir ini sering kembali menghampiri. Mungkin fase yang secara cepat berjalan ternyata menimbulkan suatu dampak, bahwa disadari tidak semua ikut berjalan secara cepat dan disadari tidak semua baik untuk ikut berjalan secara cepat. Salah satu yang sering menghampiri selama setahun belakangan adalah rasa cemas. Perasaan cemas yang semakin lama semakin cepat datang. Sungguh tidak nyaman. 365 hari yang silih berganti hingga menjadi satu tahun. Satu hari yang berarti 24 jam, harus habis begitu saja dengan pekerjaan, bersosialisasi, me time  yang tak lain sebagai distraksi dari pekerjaan ( tragic ), berkabar pada sanak saudara dan kerabat terdeka