Langsung ke konten utama

Takdir dan Mimpi [RAW]

Sebenernya kita boleh gak sih bilang mimpi kita apa? mimpi kita yang paling gila itu apa?
Menurut saya, kita gak bisa terpaku dengan kata-kata "Kita yang berusaha, Allah yang menentukan." Dan sebenernya, kita gak tau apa-apa tentang masa depan. Kayak membangun rumah, kita kayakk, kita kayak numpuk batu bata doang dan semen atau perekat segala macem ya Allah, doa orang tua, doa orang yang kita kasih sedekah, dan sebagainya.

Balik lagi, menurut saya, kalo lebih tepatnya sih. Gak merekomendasikan kamu buat ngomong mimpi kamu itu apa. Yang lebih direkomendasikan adalah kalo kamu tulis mimpi kamu itu ditempat yang kamu lihat setiap hari, di langit-langit kamar mungkin. Supaya kamu bisa memandang dengan senyuman sebelum kamu tidur. Bukan cuman satu naruh tulisan mimpi kamu itu, tapi banyak, pengecualian adalah kamu gak bisa naruh ditempat umum, taruh dimana kamu dan Allah lah yang tahu. Karena kenapa? kita ini anak muda, kita masih labil, semua masih aja bisa berubah. Justru itu, kita masih dalam tahap pencarian. waktu kita ngisi SNMPTN itu kita belum tentu tahu itu jalan kita. Disitu kita gak boleh ambisi, kita harus ngasih kesempatan hal-hal baru muncul dengan sendirinya. Kalo kamu ngumumin mimpi kamu lewat banner, kamu cuman fokus sama mimpi kamu itu, bukan cuman kamu yang fokus tapi orang lain juga, orang lain akan ngasih part sendiri buat share yang emang itu mimpi kamu, emang sih ada jalan buat mimpi kamu tapi jalan yang lain? Atau tiba-tiba ada jalan yang itu bukan mau kamu gimana? Tiba-tiba jatuh gimana? It hurts, of course.

Ini ngingetin saya tentang cerita seseorang yang saya temui di angkutan umum (kol). Beliau seorang kernet, beliau sepertinya mengenal saya dan saya menyapa balik. setelah beberapa saat ngomong-ngomong, dia cerita kakaknya itu kuliah di bidang kesehatan, kakaknya juga sudah di panggil ke malang buat apalah itu. katanya dia ditaruh ditempat yang agak gelap terus ada mayat disana yang udah di bedah terus disuruh benerin lagi itu mayat gatau lah diapain. "Itu panggilan terakhir buat kakak saya, tapi terus kakak saya tiba-tiba pulang, dak mau katanya. Saya kasihan...." katanya. "Saya kasihan ibu saya, dia banyak ngabisin uang." katanya lagi. Terus dia cerita lagi, "Dulu saya Angkatan Laut, saya sudah jadi angkatan laut,,, pas... saya kecelakaan. Tangan saya patah gini, ya dak jadi." Saya dak tau, saya dak bisa ngomong apa-apa. saya dak tau berita itu bener apa bohong. tapi ngapain dia berbohong? Cerita ini terus terngiang.

Jujur saya bukan orang yang suka nangis waktu liat film, tapi film yang selalu saya tangisi adalah ketika endingnya gak adil. Ketika usaha seseorang yang bener-bener keras gak bisa buat keadaan lebih baik. Tapi didunia ini sebenernya gak ada yang kayak gitu. Peribahasa yang namanya sudah jatuh tertimpa tangga itu sebenernya gak ada. Allah itu Hakim yang Maha Adil. Makanya kenapa saya nangis kalo nonton film kayak gitu. Karena hal itu emang gak seharusnya, saya nangis pegel karena itu memang bukan seharusnya. Karena ending itu ya sesuai, kalo gak sesuai sama apa yang dikerjakan sama orangnya, itu belum ending.

Dunia ini komplit banget, kamu gak bisa cuman biarkan satu tiang menggopohmu, kamu harus terbuka, kamu harus biarkan tiang-tiang lain itu membantu menggopohmu dan disitulah kamu akan tau tiang mana yang kokoh dan cocok buatmu, itulah apa yang kau cari selama ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal ungkapan the sunset is beautiful, isn’t it

“senjanya indah, ya?” kata penulis menatap seorang laki-laki di samping penulis. kami sedang duduk di pinggir pantai dan menatap langit dengan semburat merah jingga yang sangat apik itu. rasa ingin menggapai senja tapi kami hanya berdiam disini karena senja selalu lebih indah dinikmati dari kejauhan. yang diajak bicara tak menanggapi apa-apa. Nihil dibalut kesunyian sore itu. Matahari enggan bertahan di angkasa lebih lama lagi, maka seiring itu pula keduanya pulang.  di atas motor yang mereka bawa, keduanya tak membuka satupun pembicaraan. mereka masih ikut terbenam dalam keindahan senja yang hampir gugur itu. alih-alih terhanyut, penulis malah memang berniat untuk tak menggubris perkataan yang nantinya akan keluar. alih-alih, ia memilih merenung dan menanyakan lagi pada dirinya sendiri dalam hati, “senjanya indah, ya?” tak ada satupun air mata yang keluar membasahi pipinya. meski ia lebih menginginkan itu daripada harus menahan pencernaannya yang tidak kunjung baikan selama 5 hari ata

Are u okay?

Halo semua, maaf penulis lama sekali meninggalkan blog ini. 2022, tahun yang telah berganti belum sempat penulis sapa. Rutinitas setahun terakhir benar-benar berulang secara cepat. Banyak hal yang terskip selain dari hal yang menjadi prioritas, kerja. Tapi ternyata setelah setahun ini, akhirnya penulis kembali ke blog ini karena suatu hal yang akhir-akhir ini sering kembali menghampiri. Mungkin fase yang secara cepat berjalan ternyata menimbulkan suatu dampak, bahwa disadari tidak semua ikut berjalan secara cepat dan disadari tidak semua baik untuk ikut berjalan secara cepat. Salah satu yang sering menghampiri selama setahun belakangan adalah rasa cemas. Perasaan cemas yang semakin lama semakin cepat datang. Sungguh tidak nyaman. 365 hari yang silih berganti hingga menjadi satu tahun. Satu hari yang berarti 24 jam, harus habis begitu saja dengan pekerjaan, bersosialisasi, me time  yang tak lain sebagai distraksi dari pekerjaan ( tragic ), berkabar pada sanak saudara dan kerabat terdeka